Apakah Tanda? (1)

Seperti janji saya pada posting [1], sekarang saatnya kita bahas pengertian tanda. Kita akan menjawab pertanyaan yang menjadi judul posting ini, yaitu apakah tanda? Bahasan kita mengenai pokok ini terbagi ke dalam beberapa posting. Itu sebabnya digunakan penomoran di akhir judul posting ini dan posting selanjutnya yang merupakan lanjutannya. Let's get started!

Masih ingat video yang Anda tonton? Di situ dipaparkan pengertian tanda menurut teori tanda Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce. Itulah dua pelopor semiotika modern. Kalian harus akrab dengan dua nama itu. Nah, nanti kita bahas pengertian tanda menurut Saussure dan Peirce itu. Namun, sebelumnya saya ingin mengajak kalian berkenalan dengan tokoh besar lain dalam studi tanda, yaitu Umberto Eco.

Umberto Eco
Umberto Eco--saya biasa menyebutnya Eco saja (bukan Pak Eko, lho)--memiliki definisi sangat menarik mengenai tanda. Saya berharap kalian lebih gampang memahami apa itu tanda dengan bertolak dari definisi tanda Eco. Menurut beliau tanda adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berbohong. Menarik, kan? Mari kita dalami maksudnya.

Maksud Eco, sebenarnya, sederhana. Apa yang kita gunakan untuk berbohong? Biasanya kita berbohong menggunakan bahasa. Maka, bahasa tergolong tanda--tapi tanda bukan hanya bahasa. lho. Sebagai contoh, kalau saya berkata, "Wandi ganteng banget seperti Brad Pitt", jelas itu bohong. Kalimat saya itu merupakan tanda. Unsur bahasa yang bisa digunakan untuk berbohong bukan hanya kalimat. Semua unsur bahasa bisa digunakan untuk menyampaikan kebohongan.

Yang bisa digunakan untuk berbohong bukan pula cuma bahasa; benda-benda pun bisa, kok. Mobil, misalnya. Kita tahu harga BMW muaaahal banget; hanya orang yang banyak uang sanggup membelinya. Kalau suatu hari kita melihat seseorang mengendarai BMW, segera kita menganggapnya kaya. Padahal belum tentu, kan? Bisa saja dia cuma pinjam dari orang tuanya. Lebih parah lagi, bisa saja montir mobil. Jadi, BMW itu dapat menjadi tanda.

Satu contoh lagi, kali ini iklan. Tiap hari kita menyaksikan iklan ditayangkan di mana-mana. Apalagi di masa kampanye seperti sekarang (kan bentar lagi pemilu legislatif kemudian pemilu presiden). Coba kalian perhatikan gambar-gambar pada iklan calon wakil rakyat yang bertebaran di sepanjang jalan itu. Hampir semua gambar calon wakil kita itu mengenakan peci. Kira-kira mengapakah mereka bergambar sambil pakai peci? Tidak lain untuk mengisyaratkan bahwa mereka umat beragama yang baik, taat beribadah, saleh. Bener, kan? Nyatanya, mungkin berlawanan dengan itu. Dalam hal ini, peci tadi sudah digunakan sebagai tanda karena bisa dipakai berbohong.

Iklan di televisi pun begitu. Pernah lihat pariwara sebuah rokok? Dalam iklan rokok yang saya maksud, tokoh iklan ditampilkan sebagai lelaki yang macho, tampan, dan berani. Yang hendak dikatakan tukang iklannya ialah rokok tersebut dihisap oleh pria seperti itu: macho, tampan, dan berani. Atau, kalau Anda, yang pria, mau dianggap macho, tampan, dan berani, hisaplah rokok itu. Itu kan bohong aja. Iklan juga tanda.

Dari contoh dan penjelasan itu, jelas terlihat bahwa apapun bisa digunakan untuk berbohong: kata-kata, benda, perbuatan, dst., dst. Memang, semua yang ada di dunia ini--konkret dan abstrak--dapat kita gunakan untuk berbohong. Dengan begitu, semua bisa jadi tanda.

Tautan ke buku Umberto Eco di Amazon.com. Mana tahu mau beli. :)
A Theory of Semiotics (Advances in Semiotics)
Ini gambar bukunya:

No comments: